Pandangan hidup adalah sesuatu yang
di miliki oleh setiap manusia yang bertujuan agar manusia dapat menentukan apa
yang mereka pilih dan apa yang mereka akan tuju,karena pada dasarrnya manusia
selalu hidup diantara pilihan yang bisa menentukan mereka akan berhasil atau
mereka akan terpuruk.disinilah peran pandangan hidup manusia untuk bisa memilih
mana yang terbaik buat diri manusia ituu sendiri.terkadang manusia hanya lebih
melihat dengan apa yang mereka yakini sebenarnya jika manusia tersebut lebih
melihat dengan pandangan hidup yang mereka punya mungkin akan ada banyak
jawaban yang akan mereka temukan dengan pandangan hidup mereka.
Wednesday, May 29, 2013
Pandangan hidup untuk mencapai sebuah tujuan beserta solusinya
pandangan hidup adalah sesuatu yang di miliki oleh setiap manusia yang
bertujuan agar manusia dapat menentukan apa yang mereka pilih dan apa
yang mereka akan tuju,karena pada dasarrnya manusia selalu hidup
diantara pilihan yang bisa menentukan mereka akan berhasil atau mereka
akan terpuruk.disinilah peran pandangan hidup manusia untuk bisa memilih
mana yang terbaik buat diri manusia ituu sendiri.terkadang manusia
hanya lebih melihat dengan apa yang mereka yakini
sebenarnya jika manusia tersebut lebih melihat dengan pandangan hidup
yang mereka punya mungkin akan ada banyak jawaban yang akan mereka
temukan dengan pandangan hidup mereka.
pandangan hidup tidak selamanya membawa kedalam keterpurukan asalkan setiap manusia memahami pandangan apa yang mereka pilih bahkan bisa membuat manusia itu sendiri menjadi manusia yang berhasil.keberhasilan dapat di raih dengan usaha apa yang mereka lakukan dan selalu memiliki sikap pantang menyerah sebelum mencapai apa yang di tuju.maka ubahlah pandangan hidup kalian untuk menjadi manusia yang berharga dan berguna bagi setiap orang di sekitar kalian.
Solusi untuk memecahkan masalah nya dengan cara
Maraknya kejahatan seksual saat ini tidak bisa dilepaskan dari lingkungan, dimana kejahatan tersebut tumbuh dan berkembang. Kejahatan seksual, termasuk pelecehan seksual terhadap kaum perempuan, bukan merupakan fenomena tunggal, dan berdiri sendiri. Tetapi dipicu oleh banyak faktor. Di Mesir, menurut laporan disebutkan, bahwa setiap tahun ada 20,ooo kasus perkosaan. Menurut laporan yang sama, 90% pelakunya adalah pengangguran. Sebelum ini, kita juga menyaksikan demo besar-besaran di India yang menuntut perlindungan terhadap kaum perempuan dari tindak kejahatan seksual.
Fenomena ini jelas bukan merupakan fenomena tunggal, sehingga diselesaikan hanya dengan menindak pelaku kejahatannya, tanpa memperhatikan faktor lain yang menjadi akar masalahnya. Namun, fenomena ini merupakan dampak dari sistem kehidupan yang diterapkan saat ini, baik di Barat maupun di negeri-negeri kaum Muslim. Sistem Kapitalisme, dengan azas manfaatnya (naf’iyyah), telah melahirkan kebebasan bertingkah laku (hurriyyah syakhshiyyah), kebebasan berekspresi (hurriyah ta’bîr), kebebasan beragama (hurriyah tadayyun), kebebasan memiliki (huriyyah tamalluk) di tengah-tengah masyarakat. Inilah sistem yang paling bertanggungjawab terhadap lahir dan berkembangnya fenomena saat ini.
Kejahatan Seksual: Fenomena Komplek
Kejahatan seksual (jarîmah jinsiyyah) ini pada dasarnya dipicu oleh hasrat dan dorongan seks (dawâfi’ jinsiyyah) yang membuncah. Hasrat dan dorongan seks ini lahir dari naluri seksual (gharizatu an-nau’) yang ada pada diri manusia. Naluri ini sebenarnya merupakan fitrah dalam diri manusia, yang bisa terangsang lalu menuntut dipenuhi. Rangsangan muncul karena dua faktor: Pertama, pemikiran (al-fikr), termasuk fantasi (al-wahm) dan khayalan (at-takhayyul); Kedua, fakta (lawan jenis) bagi masing-masing pria dan wanita.
Maraknya perempuan yang berpakaian minim, dan mengumbar aurat, bukan hanya rambut dan leher, tetapi belahan dada, bahkan tidak jarang hingga buah dada, diikuti dengan perut dan pusarnya, hingga paha sampai betis dan tumitnya, semuanya itu merupakan fakta yang bisa merangsang lawan jenisnya, yaitu kaum pria. Ditambah maraknya gambar, film, tayangan dan jejaring sosial yang menayangkan adegan seks. Semuanya ini tentu menjadi pemicu lahirnya rangsangan seks yang begitu kuat. Rangsangan ini kemudian diikuti fantasi seks hingga mendorong tindakan. Tindakan ini bisa menjerumuskan pelakunya dalam kejahatan seks, mulai dari pelecehan hingga perkosaan.
Harus diakui, ini merupakan dampak dari sistem sosial Kapitalis (an-nidhâm al-ijtimâ’î ar-ra’samâlî), yang membuka kebebasan bertingkah laku (hurriyah syakhshiyyah), dimana hubungan antara pria dan wanita begitu bebas, hingga tanpa batas. Hubungan bebas pria dan wanita tanpa batas ini melengkapi komoditas, fakta dan fantasi seks yang ada. Bagi orang-orang yang berduit mungkin bisa memenuhinya dengan kencan semalam, tetapi bagi yang tidak, maka tindakan yang bisa dilakukan akan memangsa korban yang lemah. Terjadilah tindak perkosaan (jarîmah ightishâb) itu.
Juga perlu dicatat, sistem sosial Kapitalis ini juga tidak berdiri sendiri, karena sistem ekonomi Kapitalis (an-nidhâm al-iqtishâdî ar-ra’samâli) yang juga memberikan kontribusi. Terkait dengan barang dan jasa yang diproduksi, dikonsumsi dan didistribusikan di tengah-tengah masyarakat, sistem ini tidak mempunyai standar baku, selain azas manfaat (benefit), dimana setiap barang dan jasa yang mempunyai nilai guna (utility value) bisa diproduksi, dikonsumsi dan didistribusikan, tanpa melihat halal dan haram. Barang dan jasa bisa dianggap mempunyai nilai guna (utility value), jika ada yang menginginkan (raghbah). Karena itu, gambar, film termasuk sex toys dan layanan seks diproduksi, dikonsumsi dan didistribusikan di tengah-tengah masyarakat. Bahkan bisa menjadi komoditas bisnis yang sangat menggiurkan.
Belum lagi kebebasan memiliki (hurriyah tamalluk) barang dan jasa tersebut yang memang dijamin oleh sistem ekonomi Kapitalis ini. Di satu sisi, sistem ekonomi ini juga melahirkan banyak orang sibuk, dengan tingkat tekanan yang tinggi (stress). Pada saat yang sama, agama tidak dijadikan sebagai pondasi kehidupan, sebagai dampak dari Sekularisasi, maka solusi yang mereka tempuh adalah dugem, minum dan hiburan yang menawarkan layanan seks semalam. Di lain pihak, sistem ekonomi ini melahirkan banyak pengangguran dan orang-orang kepepet. Dengan tingkat tekanan hidup dan rangsangan seksual yang tinggi, didukung dengan tidak adanya pondasi agama, maka cara singkat dan paling mudah adalah memangsa orang-orang lemah di sekitar mereka. Terjadilah perkosaan terhadap anak-anak di bawah umur, dan sebagainya. Di sisi lain, karena tekanan hidup yang sama, kaum perempuan tidak jarang menjadi komoditas seks yang dijajakan. Terjadikan praktik prostitusi, mulai dari prostitusi jalanan hingga hotel berbintang. Semuanya ini jelas merupakan dampak sistemik dari sistem Kapitalis ini.
Solusi Islam: Ganti Rezim dan Sistem
Diakui atau tidak, sistem Kapitalis ini bisa berjalan karena ada yang menerapkan, baik suka atau terpaksa. Bagi kebanyakan kaum Muslim, boleh jadi mereka menerapkan sistem ini karena terpaksa dan dipaksa. Tetapi, tentu tidak bagi para penguasa, baik yang duduk di eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Karena mereka adalah para penguasa yang menjadi penyelenggara negara, dan bebas menentukan pilihan sistem apa yang akan mereka terapkan.
Ketika sistem Kapitalis ini mereka pilih, maka diakui atau tidak, sesungguhnya para penguasa itu merupakan antek negara-negara Kapitalis penjajah. Karena itu, ketika umat Islam ini menyadari kebobrokan sistem yang diterapkan di tengah-tengah mereka, maka mereka juga harus sadar, bahwa sistem ini masih diterapkan karena ada rezim yang menerapkannya. Maka, mengganti sistem yang bobrok itu dengan sistem Islam adalah solusi, tetapi itu bukan satu-satunya. Karena di sana masih ada rezim yang menjadi kaki tangan negara-negara penjajah. Karena itu, mereka juga harus diganti dengan orang-orang yang ikhlas dan amanah. Inilah solusi satu-satunya yang akan bisa mengakhiri mata rantai kejahatan skesual tersebut.
Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana Islam menyelesaikan kejahatan seperti ini? Maka, bisa dikembalikan kepada tiga pihak: individu, masyarakat dan negara. Dengan diterapkannya sistem Islam, dan dijadikannya Islam sebagai dasar kehidupan, baik dalam bermasyarakat maupun bernegara, maka fakta hingga fantasi seksual sebagaimana yang marak saat ini tidak akan ada lagi. Interaksi di tengah-tengah masyarakat yang melibatkan pria dan wanita juga diatur sedemikian, sehingga berbagai pintu pelecehan, perzinaan hingga perkosaan tersebut akan tertutup rapat. Selain sistem tersebut, negara juga menerapkan sanksi yang tegas dan keras terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan tersebut.
Islam juga memberikan hak kepada individu yang menjadi korban pelecehan hingga perkosaan tersebut untuk melakukan perlawanan. Nabi saw bersabda, “Man qutila duna ‘aradhihi fahuwa syahid.” (Siapa saja yang terbunuh, karena membela kehormatannya, maka dia pun mati syahid) (Hr. ). Hadits ini berisi ikhbâr (berita), tetapi dengan konotasi amr (perintah). Karena itu, siapa saja yang kehormatannya dinodai, harus melakukan perlawanan. Jika karena itu, dia terbunuh, maka dia pun dinyatakan sebagai orang yang mati syahid. Perintah yang sama juga berlaku untuk keluarga korban, bukan hanya korban. Pada zaman Khalifah ‘Umar bin al-Khatthab, ada seorang perempuan hendak diperkosa, kemudian dia melawan dengan cara memukul pelakunya dengan batu hingga tewas. Ketika perempuan yang menjadi korban ini diajukan ke pengadilan, dan terbukti bahwa tindakannya membunuh pelaku tadi karena membela diri dari tindak perkosaan yang hendak dilakukan terhadap dirinya, maka ‘Umar pun membebaskannya. Ini di satu pihak.
Sanksi Tegas untuk Pelaku
Di pihak lain, Islam juga memberlakukan sanksi yang tegas dan keras terhadap pelaku tindak perkosaan tersebut. Dalam hal ini para ulama’ menyatakan, bahwa sanksi bagi pelaku tindak perkosaan ini adalah had zinâ, yaitu dirajam (dilempari batu) hingga mati, jika pelakunya Muhshan (sudah menikah); dan dijulid (dicambuk) 100 kali dan diekspos selama 1 tahun, jika pelakunya Ghair Muhshan (belum menikah). Sebagian ulama’ menambahkan kewajiban membayar mahar kepada perempuan yang menjadi korban.
Imam Malik berkata, “Menurut kami pria yang memperkosa perempuan, baik gadis maupun janda, jika perempuan tersebut wanita merdeka, maka pelakunya wajib membayar mahar yang sepadan denganya. Jika wanita tersebut budak, maka pelakunya wajib membayar kurang dari harga (budak)-nya. Sanksi ini berlaku bagi pelaku perkosaan, sementara korban perkosaan tidak ada sanksi apapun.” (Malik, al-Muwatha’, Juz II/734)
Hal yang sama dinyatakan oleh Imam as-Syâfi’î. Selain kewajiban membayar mahar, juga sanksi had zinâ. Pendapat ini juga dinyatakan Imam al-Laits, dan diriwayatkan bahwa Sayyidina ‘Alî bin Abî Thâlib juga menyatakan hal yang sama. Sedangkan Imam Abû Hanîfah dan Sufyân at-Tsaurî menyatakan, bahwa pelakunya hanya dikenai sanksi had zinâ, sementara mahar tidak wajib dia bayar. Perlu dicatat, bahwa had zinâ ini merupakan hak Allah (haqqu-Llah), sedangkan mahar adalah hak manusia (haqq[un] Adami). Dalam hal ini, kedua-duanya boleh dikumpulkan dalam satu hukuman, sebagaimana orang yang mencuri, selain dikenai sanksi potong tangan (had sariqah), yang merupakan haqqu-Llah, juga diwajibkan mengembalikan harga yang dicuri, yang merupakan haq[un] Adami. (Lihat, al-Muntaqâ Syarah al-Muwatha’, Juz V/268-269).
Ibn ‘Abd al-Barr menyatakan, “Para ulama’ sepakat, bahwa pria yang memperkosa wajib dikenai sanksi had zina, jika bisa dibuktikan dengan pembuktian yang mengharuskan had tersebut, atau si pelaku mengakuinya. Jika tidak, maka dia harus dikenai sanksi (maksudnya, jika had zina tidak bisa diberlakukan, karena dia tidak mengaku, tidak ada 4 saksi, maka hakim bisa menjatuhkan sanksi dan ta’zir kepadanya yang bisa mencegahnya dan orang seperti dia melakukan perkosaan). Bagi korban tidak ada sanksi, jika benar bahwa pelaku memaksanya dan menindihnya (sehingga dia tidak berdaya), antara lain diketahui melalui jeritan dan teriakan minta tolong perempuan tersebut.” (Ibn ‘Abd al-Bârr, al-Istidzkâr, Juz VII/146).
Ini jika pelaku perkosaan tersebut melakukan kejahatannya tanpa menakuti, mengancam dan menghunus senjata kepada korban. Jika dia menakuti, mengancam dan menghunus senjata, maka tindakan pelaku bisa dimasukkan dalam kategori hirâbah. Maka, bisa dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kakinya secara menyilang, atau diasingkan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah dalam al-Qur’an (Q.s. al-Maidah: 33)
pandangan hidup tidak selamanya membawa kedalam keterpurukan asalkan setiap manusia memahami pandangan apa yang mereka pilih bahkan bisa membuat manusia itu sendiri menjadi manusia yang berhasil.keberhasilan dapat di raih dengan usaha apa yang mereka lakukan dan selalu memiliki sikap pantang menyerah sebelum mencapai apa yang di tuju.maka ubahlah pandangan hidup kalian untuk menjadi manusia yang berharga dan berguna bagi setiap orang di sekitar kalian.
Solusi untuk memecahkan masalah nya dengan cara
Maraknya kejahatan seksual saat ini tidak bisa dilepaskan dari lingkungan, dimana kejahatan tersebut tumbuh dan berkembang. Kejahatan seksual, termasuk pelecehan seksual terhadap kaum perempuan, bukan merupakan fenomena tunggal, dan berdiri sendiri. Tetapi dipicu oleh banyak faktor. Di Mesir, menurut laporan disebutkan, bahwa setiap tahun ada 20,ooo kasus perkosaan. Menurut laporan yang sama, 90% pelakunya adalah pengangguran. Sebelum ini, kita juga menyaksikan demo besar-besaran di India yang menuntut perlindungan terhadap kaum perempuan dari tindak kejahatan seksual.
Fenomena ini jelas bukan merupakan fenomena tunggal, sehingga diselesaikan hanya dengan menindak pelaku kejahatannya, tanpa memperhatikan faktor lain yang menjadi akar masalahnya. Namun, fenomena ini merupakan dampak dari sistem kehidupan yang diterapkan saat ini, baik di Barat maupun di negeri-negeri kaum Muslim. Sistem Kapitalisme, dengan azas manfaatnya (naf’iyyah), telah melahirkan kebebasan bertingkah laku (hurriyyah syakhshiyyah), kebebasan berekspresi (hurriyah ta’bîr), kebebasan beragama (hurriyah tadayyun), kebebasan memiliki (huriyyah tamalluk) di tengah-tengah masyarakat. Inilah sistem yang paling bertanggungjawab terhadap lahir dan berkembangnya fenomena saat ini.
Kejahatan Seksual: Fenomena Komplek
Kejahatan seksual (jarîmah jinsiyyah) ini pada dasarnya dipicu oleh hasrat dan dorongan seks (dawâfi’ jinsiyyah) yang membuncah. Hasrat dan dorongan seks ini lahir dari naluri seksual (gharizatu an-nau’) yang ada pada diri manusia. Naluri ini sebenarnya merupakan fitrah dalam diri manusia, yang bisa terangsang lalu menuntut dipenuhi. Rangsangan muncul karena dua faktor: Pertama, pemikiran (al-fikr), termasuk fantasi (al-wahm) dan khayalan (at-takhayyul); Kedua, fakta (lawan jenis) bagi masing-masing pria dan wanita.
Maraknya perempuan yang berpakaian minim, dan mengumbar aurat, bukan hanya rambut dan leher, tetapi belahan dada, bahkan tidak jarang hingga buah dada, diikuti dengan perut dan pusarnya, hingga paha sampai betis dan tumitnya, semuanya itu merupakan fakta yang bisa merangsang lawan jenisnya, yaitu kaum pria. Ditambah maraknya gambar, film, tayangan dan jejaring sosial yang menayangkan adegan seks. Semuanya ini tentu menjadi pemicu lahirnya rangsangan seks yang begitu kuat. Rangsangan ini kemudian diikuti fantasi seks hingga mendorong tindakan. Tindakan ini bisa menjerumuskan pelakunya dalam kejahatan seks, mulai dari pelecehan hingga perkosaan.
Harus diakui, ini merupakan dampak dari sistem sosial Kapitalis (an-nidhâm al-ijtimâ’î ar-ra’samâlî), yang membuka kebebasan bertingkah laku (hurriyah syakhshiyyah), dimana hubungan antara pria dan wanita begitu bebas, hingga tanpa batas. Hubungan bebas pria dan wanita tanpa batas ini melengkapi komoditas, fakta dan fantasi seks yang ada. Bagi orang-orang yang berduit mungkin bisa memenuhinya dengan kencan semalam, tetapi bagi yang tidak, maka tindakan yang bisa dilakukan akan memangsa korban yang lemah. Terjadilah tindak perkosaan (jarîmah ightishâb) itu.
Juga perlu dicatat, sistem sosial Kapitalis ini juga tidak berdiri sendiri, karena sistem ekonomi Kapitalis (an-nidhâm al-iqtishâdî ar-ra’samâli) yang juga memberikan kontribusi. Terkait dengan barang dan jasa yang diproduksi, dikonsumsi dan didistribusikan di tengah-tengah masyarakat, sistem ini tidak mempunyai standar baku, selain azas manfaat (benefit), dimana setiap barang dan jasa yang mempunyai nilai guna (utility value) bisa diproduksi, dikonsumsi dan didistribusikan, tanpa melihat halal dan haram. Barang dan jasa bisa dianggap mempunyai nilai guna (utility value), jika ada yang menginginkan (raghbah). Karena itu, gambar, film termasuk sex toys dan layanan seks diproduksi, dikonsumsi dan didistribusikan di tengah-tengah masyarakat. Bahkan bisa menjadi komoditas bisnis yang sangat menggiurkan.
Belum lagi kebebasan memiliki (hurriyah tamalluk) barang dan jasa tersebut yang memang dijamin oleh sistem ekonomi Kapitalis ini. Di satu sisi, sistem ekonomi ini juga melahirkan banyak orang sibuk, dengan tingkat tekanan yang tinggi (stress). Pada saat yang sama, agama tidak dijadikan sebagai pondasi kehidupan, sebagai dampak dari Sekularisasi, maka solusi yang mereka tempuh adalah dugem, minum dan hiburan yang menawarkan layanan seks semalam. Di lain pihak, sistem ekonomi ini melahirkan banyak pengangguran dan orang-orang kepepet. Dengan tingkat tekanan hidup dan rangsangan seksual yang tinggi, didukung dengan tidak adanya pondasi agama, maka cara singkat dan paling mudah adalah memangsa orang-orang lemah di sekitar mereka. Terjadilah perkosaan terhadap anak-anak di bawah umur, dan sebagainya. Di sisi lain, karena tekanan hidup yang sama, kaum perempuan tidak jarang menjadi komoditas seks yang dijajakan. Terjadikan praktik prostitusi, mulai dari prostitusi jalanan hingga hotel berbintang. Semuanya ini jelas merupakan dampak sistemik dari sistem Kapitalis ini.
Solusi Islam: Ganti Rezim dan Sistem
Diakui atau tidak, sistem Kapitalis ini bisa berjalan karena ada yang menerapkan, baik suka atau terpaksa. Bagi kebanyakan kaum Muslim, boleh jadi mereka menerapkan sistem ini karena terpaksa dan dipaksa. Tetapi, tentu tidak bagi para penguasa, baik yang duduk di eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Karena mereka adalah para penguasa yang menjadi penyelenggara negara, dan bebas menentukan pilihan sistem apa yang akan mereka terapkan.
Ketika sistem Kapitalis ini mereka pilih, maka diakui atau tidak, sesungguhnya para penguasa itu merupakan antek negara-negara Kapitalis penjajah. Karena itu, ketika umat Islam ini menyadari kebobrokan sistem yang diterapkan di tengah-tengah mereka, maka mereka juga harus sadar, bahwa sistem ini masih diterapkan karena ada rezim yang menerapkannya. Maka, mengganti sistem yang bobrok itu dengan sistem Islam adalah solusi, tetapi itu bukan satu-satunya. Karena di sana masih ada rezim yang menjadi kaki tangan negara-negara penjajah. Karena itu, mereka juga harus diganti dengan orang-orang yang ikhlas dan amanah. Inilah solusi satu-satunya yang akan bisa mengakhiri mata rantai kejahatan skesual tersebut.
Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana Islam menyelesaikan kejahatan seperti ini? Maka, bisa dikembalikan kepada tiga pihak: individu, masyarakat dan negara. Dengan diterapkannya sistem Islam, dan dijadikannya Islam sebagai dasar kehidupan, baik dalam bermasyarakat maupun bernegara, maka fakta hingga fantasi seksual sebagaimana yang marak saat ini tidak akan ada lagi. Interaksi di tengah-tengah masyarakat yang melibatkan pria dan wanita juga diatur sedemikian, sehingga berbagai pintu pelecehan, perzinaan hingga perkosaan tersebut akan tertutup rapat. Selain sistem tersebut, negara juga menerapkan sanksi yang tegas dan keras terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan tersebut.
Islam juga memberikan hak kepada individu yang menjadi korban pelecehan hingga perkosaan tersebut untuk melakukan perlawanan. Nabi saw bersabda, “Man qutila duna ‘aradhihi fahuwa syahid.” (Siapa saja yang terbunuh, karena membela kehormatannya, maka dia pun mati syahid) (Hr. ). Hadits ini berisi ikhbâr (berita), tetapi dengan konotasi amr (perintah). Karena itu, siapa saja yang kehormatannya dinodai, harus melakukan perlawanan. Jika karena itu, dia terbunuh, maka dia pun dinyatakan sebagai orang yang mati syahid. Perintah yang sama juga berlaku untuk keluarga korban, bukan hanya korban. Pada zaman Khalifah ‘Umar bin al-Khatthab, ada seorang perempuan hendak diperkosa, kemudian dia melawan dengan cara memukul pelakunya dengan batu hingga tewas. Ketika perempuan yang menjadi korban ini diajukan ke pengadilan, dan terbukti bahwa tindakannya membunuh pelaku tadi karena membela diri dari tindak perkosaan yang hendak dilakukan terhadap dirinya, maka ‘Umar pun membebaskannya. Ini di satu pihak.
Sanksi Tegas untuk Pelaku
Di pihak lain, Islam juga memberlakukan sanksi yang tegas dan keras terhadap pelaku tindak perkosaan tersebut. Dalam hal ini para ulama’ menyatakan, bahwa sanksi bagi pelaku tindak perkosaan ini adalah had zinâ, yaitu dirajam (dilempari batu) hingga mati, jika pelakunya Muhshan (sudah menikah); dan dijulid (dicambuk) 100 kali dan diekspos selama 1 tahun, jika pelakunya Ghair Muhshan (belum menikah). Sebagian ulama’ menambahkan kewajiban membayar mahar kepada perempuan yang menjadi korban.
Imam Malik berkata, “Menurut kami pria yang memperkosa perempuan, baik gadis maupun janda, jika perempuan tersebut wanita merdeka, maka pelakunya wajib membayar mahar yang sepadan denganya. Jika wanita tersebut budak, maka pelakunya wajib membayar kurang dari harga (budak)-nya. Sanksi ini berlaku bagi pelaku perkosaan, sementara korban perkosaan tidak ada sanksi apapun.” (Malik, al-Muwatha’, Juz II/734)
Hal yang sama dinyatakan oleh Imam as-Syâfi’î. Selain kewajiban membayar mahar, juga sanksi had zinâ. Pendapat ini juga dinyatakan Imam al-Laits, dan diriwayatkan bahwa Sayyidina ‘Alî bin Abî Thâlib juga menyatakan hal yang sama. Sedangkan Imam Abû Hanîfah dan Sufyân at-Tsaurî menyatakan, bahwa pelakunya hanya dikenai sanksi had zinâ, sementara mahar tidak wajib dia bayar. Perlu dicatat, bahwa had zinâ ini merupakan hak Allah (haqqu-Llah), sedangkan mahar adalah hak manusia (haqq[un] Adami). Dalam hal ini, kedua-duanya boleh dikumpulkan dalam satu hukuman, sebagaimana orang yang mencuri, selain dikenai sanksi potong tangan (had sariqah), yang merupakan haqqu-Llah, juga diwajibkan mengembalikan harga yang dicuri, yang merupakan haq[un] Adami. (Lihat, al-Muntaqâ Syarah al-Muwatha’, Juz V/268-269).
Ibn ‘Abd al-Barr menyatakan, “Para ulama’ sepakat, bahwa pria yang memperkosa wajib dikenai sanksi had zina, jika bisa dibuktikan dengan pembuktian yang mengharuskan had tersebut, atau si pelaku mengakuinya. Jika tidak, maka dia harus dikenai sanksi (maksudnya, jika had zina tidak bisa diberlakukan, karena dia tidak mengaku, tidak ada 4 saksi, maka hakim bisa menjatuhkan sanksi dan ta’zir kepadanya yang bisa mencegahnya dan orang seperti dia melakukan perkosaan). Bagi korban tidak ada sanksi, jika benar bahwa pelaku memaksanya dan menindihnya (sehingga dia tidak berdaya), antara lain diketahui melalui jeritan dan teriakan minta tolong perempuan tersebut.” (Ibn ‘Abd al-Bârr, al-Istidzkâr, Juz VII/146).
Ini jika pelaku perkosaan tersebut melakukan kejahatannya tanpa menakuti, mengancam dan menghunus senjata kepada korban. Jika dia menakuti, mengancam dan menghunus senjata, maka tindakan pelaku bisa dimasukkan dalam kategori hirâbah. Maka, bisa dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kakinya secara menyilang, atau diasingkan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah dalam al-Qur’an (Q.s. al-Maidah: 33)
Kegelisahan Dalam Kehidupan Saya
Menurut saya kegelisahan itu adalah ketika saya mendapat sebuah masalah dalam kehidupan , atau sedang bermimpi buruk , dan menurut saya cara mengatasinya dengan cara duduk dan hadapi dengan cara baik-baik , dan jika kegelisahan itu muncul setelah mimpi buruk biasanya saya mengatasinya dengan bangun sejenak dan mencuci muka lalu berdoa dan kembali tidur . tapi kegelisahan itu banyak macam-macamnya contoh lainya yaitu ketika saya mempunyai masalah dengan sahabat saya , saya sangat gelisah memikirkan sahabat saya dan kekasih saya , mereka sangat dekat sekali sampai saya pun ingin cemburu tapi tidak pantas menurut saya karna saya percaya sahabat saya tidak mungkin menyukai kekasih saya , tapi ternyata dugaan saya salah mereka berdua menjadi makin suka dan hal yang saya takuti terjadi , mereka berdua pun jadian dan saya di selingkuhi disitu saya mulai gelisah memikirkan ini semua kenapa bisa terjadi dan cara saya untuk menangani kegelisahan tersebut dengan cara memulai hidup baru dan mencoba dikit demi sedikit untuk melupakan dia , dan sahabat saya pun akhirnya lostcontac dengan saya sampai saat ini . mungkin ini salah satu contoh kegelisahan yang saya alami , dan rasanya pada saat gelisah itu sangat tidak enak sekali jadi jangan pernah mencobanya tanpa pendamping atau mempunyai keahlian khusu (Dont try this at home ) .
Friday, May 3, 2013
kehidupan anak punk dan anak jalanan
Kamis, 10 Maret 2011
Alasan penyanyi atau band "Lip Sync"(menurut Jerinx SID)
Kenapa SID tampil minus one/mixing di TV?Punk adalah bukan sekedar musik tapi lebih kepada sebuah gerakan anak muda (youth movement) yang memposisikan dirinya sebagai counter terhadap kemapanan dan salah satu sarana kreatifitas mereka adalah musik dalam hal ini adalah Punk. Berbeda dengan genre Metal yang lebih cenderung kepada “kegelapan” dan “kematian”, Punk memiliki unsur ideologi yang lebih “duniawi”, “real” dan “rumit”.
Menanggapi pertanyaan yang sering ditujukan kepada SID terkait penampilan kami di stasiun-stasiun TV nasional.
Tukang protes bertanya:
"Kenapa SID sering tidak tampil full live band kalau main di TV? Gak seru!"
Sebelum menjawab, kami ingin menjelaskan tampil dengan format tidak full live band memiliki beberapa istilah teknis, yang sering dipakai antara lain:
1. 'Minus One' yaitu ketika hanya vokal saja yang live sementara instrumen lainnya tidak.
Tehnik yang sama persis seperti ketika kita ber-karaoke.
2. 'Lip Sync' atau 'Playback' yaitu ketika semua instrumen termasuk vokal tidak ada yang live, semuanya diputar ulang. Tehnik ini juga selalu dilakukan oleh semua band dalam proses shooting video clip.
Dalam kasus SID, kami sama sekali tidak pernah melakukan 'Lyp Sync' atau 'Playback' di stasiun TV manapun. Yang kadang kami lakukan selama ini adalah tehnik 'Minus One'
Dan ini adalah alasannya, mohon diresapi:
1. Kendala teknis dan keterbatasan fasilitas yang dimiliki stasiun TV adalah alasan terbesar kenapa SID kadang harus memilih melakukan Minus One. Walaupun kita selalu fight dan berusaha untuk bisa tampil full live, kadang pihak TV memang tidak memiliki alat-alat yang mendukung. Mohon diingat, tampil live dan disiarkan di TV membutuhkan lebih banyak alat broadcast dan teknis nya lebih rumit daripada sekedar tampil live saja.
Alasan teknis inilah yang kadang membuat stasiun TV tidak bisa memberi SID fasilitas untuk tampil live. SID sadar jika keadaan memang tidak memungkinkan kami harus tahu diri dan bisa memanfaatkan apa yang ada.
2. Stasiun-stasiun TV tersebut BUKAN milik SID dan kami bukan tipe band rockstar manja yang belum apa-apa sudah minta ini minta itu. Kami ikuti peraturan main mereka karena kami tidak melihat hal tersebut mengancam esensi pesan dari lagu/attitude kami. Sama seperti halnya ketika mendengar lagu dari band favorit mu melalui radio atau CD player. Tidak ada bedanya. Band seperti SID tidak banyak memiliki kesempatan untuk tampil di media nasional karena -jujur- semua band di Indonesia tidak ada yang mendapat bayaran jika tampil di acara-acara TV. Kita hanya mendapat sedikit uang bensin dan makan. Semua itu dihitung promo. Bagi SID untuk tampil di TV kadang berat karena kami stay di Bali. Jadi selagi kita bisa tampil di TV, kita akan manfaatkan kesempatan tersebut sebaik-baiknya. Misi utama kami adalah menyebarluaskan pesan-pesan dalam lagu dan attitude kami seluas mungkin.
Apapun caranya akan kami lakukan.
Jadi bagi kamu yang rajin protes, tolong berpikir lebih luas. Tidak semua hal di dunia ini semudah yang kamu bayangkan. Kita tidak hidup sendiri dan bisa seenaknya menuntut ini itu disaat situasi tidak memungkinkan. Jika tidak suka melihat SID tampil minus one, matikan saja TV nya, beres. Yang jelas ada berjuta-juta remaja di pelosok Indonesia yang akhirnya bisa mengenal dan meresapi pesan yang kami sebarkan lewat TV. Dan bagi kami itu jauh lebih penting daripada hanya ingin 'terdengar' sangar dan idealis. Itu tidak akan merubah apa-apa.
Tuh gan alasannya, makanya gan sebelum cari tau jangan dulu beranggapan kalo penyanyi, vokalis band gak berkualitas karena lyp sync. Lagian biasanya mereka lyp sync juga cuma di acara on air doang kali.
Berikut ini adalah ideologi-ideologi yang lahir bersamaan dengan maraknya musik Punk di tanah air, yaitu:
1. Politik
Ideologi politik yang sering diasosiasikan dengan punk adalah anarkisme. Nggak salah kalau Sex Pistols menyayikan “Anarchy in UK”. Banyak aktivis-aktivis punk yang terlibat dalam ideologi politik ini. Kemudian, jikalau sebuah band membantah dirinya berideologi politik sebarnya mereka justru menjadi bagian dari ideologi politik karena setidaknya mereka pasti tidak puas dengan kebijakan pemerintahannya. Ketika punk bertujuan untuk memperjuangkan ideologinya, kita dapat menyebut mereka dengan Progresive. Punk di Indonesia banyak yang beraliran kiri atau kanan.
2. Kemapanan (conformity)
Kemapanan dan ketidakmapanan menciptakan salah satu kesalahpahaman terbesar dalam ideologi Punk. Sebenarnya persoalan utama dibalik gerakan punk adalah kebebasan berpikir. Dalam politik, hal ini menciptakan sekumpulan free thinker yang menganjurkan anarki, dalam musik, free thinker menghasilkan suatu sound atau genre baru dan unik. Kemapanan bagi punk dipandang sebagai bahaya sosial karena berpotensi untuk membatasi kebebasan berpikir, yang mana mencegah orang-orang untuk melihat sesuatu yang benar di masyarakat dan sebaliknya memaksa mereka untuk menuruti kehendak mereka yang disebut penguasa dari pemerintahan atau industri musik pop. Anti kemapanan adalah kemudian sebagai hasil dari punk. Bagaimanapun, seseorang yang berpenampilan seperti seorang punk dan mendengarkan musik punk mungkin dapat dikatakan sebagai bagian dari gerakan punk, tapi mereka sebenarnya bukan punk yang sebenarnya, karena punk adalah sebuah “state of mind”
3. Selling Out
Selling Out atau menjual habis atau berkhianat merupakan salah satu permasalahan yang sampai sekarang masih menjadi dilema dalam gerakan punk.
Pada umumnya, selling out berkaitan dengan penolakan seseorang atau kelompok didalam suatu komunitas punk karena mereka telah keluar dari akar ideologi punk yang sebenarnya. Hal tersebut dapat terjadi karena perubahan status, kekuasaan atau kekayaan.
Karena punk menganut anti-establisment sebagai salah satu bagian penting dari ideologi punk, sebuah jaringan label musik independen sangat besar berperan dalam mendistribusikan musik punk. Kemudian bagi sebagain komunitas punk, cara tersebut dirasa terlalu lambat berkembang dan tidak akan membuat perubahan yang berarti dalam kreativitas bermusik mereka sehingga mereka melanggarnya dengan bergabung dengan major lebal. Bagi komunitas lainnya, hal tersebut tidak dapat dibenarkan. Salah satu contohnya mungkin adalah Superman Is Dead yang serta merta bergabung dengan Sony Music Indonesia.
4. Agama
Mungkin di Indonesia ideologi beragama bukan menjadi salah satu persoalan yang besar karena memang mereka hidup dinegara yang beragama. Namun di dunia barat, kebanyakan punk diidentikan dengan kebebasan beragama oleh sebab itu sebagian besar banyak menganut agama alternatif seperti Buddha dan Tao atau yang lainnya dan tidak sedikit yang agnostik atau atheist. Kemudian lahir juga counter nya yaitu Christian Punk. Di sini tentu saja kita tidak dapat menyebutnya dengan Punk Muslim, tapi lebih tepatnya Punk Straight Edge (aliran punk yang bertujuan damai dan hidup bersih).
5. DIY (Do It Yourself)
Di akhir tahun 1970an, gerakan punk bergerak di lingkungan yang dikontrol oleh mereka yang berideologi berlawanan dengan punk. Karena ini bertabrakan dengan gerakan kebebasan, orang-orang dalam punk scene mulai menciptakan perusahaan rekaman sendiri, mengatur konser sendiri dan menciptakan alat media sendiri. Kemudian hal-hal ini dikenal dengan gerakan DIY. Mottonya yang terkenal adalah “Don’t hate the media, become the media”.
Sebenarnya masih banyak lagi ideologi yang berkembang, namun kelima ideologi diatas cukup mewakili gerakan punk di Indonesia.
Subscribe to:
Posts (Atom)